1. Kalau beli di luar mahal.
Iya.. kalau beli diluar, saya biasanya mengeluarkan sekitar 1000 yen buat makan besar. kalau dirupiahkan dengan nilai tukar 1 yen = 100 rupiah berarti saya harus keluar 100 ribu rupiah setiap kali makan. Yaaa.. sebenarnya si wajar-wajar saja dengan pendapatan yang saya terima, tidak mahal tapi juga sangat tidak murah. Tapi kalau saya harus mengeluarkan 1000 yen setiap kali makan ya tekor juga, apalagi kalau saya bandingkan nilai uang itu kalau saya hidup di Indonesia, hehe.. Jadilah saya agak-agak sayang kalau harus sering-sering makan diluar.
2. Di luar makananya ga enak kalau bukan babi.
Iya.. rasanya itu kalau gak hambar ya asam. Tidak enaaak!. Jadi kalau pada bilang makanan Jepang enak, itu makanan Jepang yang di Indonesia saja mungkin. Karena rasa makanannya sudah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Saya sudah beberapa mencoba beberapa makanan baik di kantin kantor atau di restoran, tentunya yang boleh saya makan, dan saya tidak pernah suka. Sekali-sekalinya saya makan spagheti di kantin restoran dan itu enaaaak sekali tapiii ternyata eh ternyata itu ada babinya hahaha..
3. Malas pergi keluar malam-malam.
Iya.. malas sekali! Sudah mahal dan tidak enak, apalagi yang menyemangati saya untuk naik sepeda melawan angin dingin winter menuju tempat makan terdekat?. Paling jawabannya cuma kalau sedang bosan berada di apartemen dan lagi pengen jalan-jalan. Itu pun berarti sebenarnya saya bukannya sengaja pergi keluar untuk makan, tetapi karena saya ingin jalan-jalan jadi saya harus makan diluar kalau sudah lapar.
Begitulah.. sepertinya saya terpaksa sekali ya untuk masak. Tapi-tapi akhir-akhir ini saya jadi sukaa sekali masak. Perasaan suka ini sudah ada sejak sebulan yang lalu. Entah kenapa memasak itu rasanya bisa bikin saya senang sekali. Mulai dari memilih bahan makanan untuk dimasak, memotong-motong bawang dan sayuran, menentukan mana bahan yang harus dimasak terlebih dahulu, menebak-nebak takaran garam, merica dan bumbu penyedap, menentukan kombinasi warna masakan (kalau warna-warni jadi cantik dan seru kan.. hehe) dan menebak-nebak itu masakan sudah cukup matang apa belum. Rasanya seperti sedang mengerjakan sebuah proyek besar!. Haha berlebihan memang, apalagi jika melihat kenyataan bahwa bumbu yang saya pakai disetiap masakan itu tidak jauh-jauh dari bawang merah, bawang bombay, bawang putih, cabai, garam, merica, bumbu penyedap, dan sudah cuma itu saja. Apapun bahannya, mau itu sayuran, kentang, ikan teri, ayam, nasi goreng, mau itu di sayur bening atau goreng biasa, semuanya cuma pakai bumbu itu. Oiya, saya lupa menyebutkan satu bumbu andalan saya, terasi. Iya.. ini beberapa hasilnya :
Iya.. kalau beli diluar, saya biasanya mengeluarkan sekitar 1000 yen buat makan besar. kalau dirupiahkan dengan nilai tukar 1 yen = 100 rupiah berarti saya harus keluar 100 ribu rupiah setiap kali makan. Yaaa.. sebenarnya si wajar-wajar saja dengan pendapatan yang saya terima, tidak mahal tapi juga sangat tidak murah. Tapi kalau saya harus mengeluarkan 1000 yen setiap kali makan ya tekor juga, apalagi kalau saya bandingkan nilai uang itu kalau saya hidup di Indonesia, hehe.. Jadilah saya agak-agak sayang kalau harus sering-sering makan diluar.
2. Di luar makananya ga enak kalau bukan babi.
Iya.. rasanya itu kalau gak hambar ya asam. Tidak enaaak!. Jadi kalau pada bilang makanan Jepang enak, itu makanan Jepang yang di Indonesia saja mungkin. Karena rasa makanannya sudah disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Saya sudah beberapa mencoba beberapa makanan baik di kantin kantor atau di restoran, tentunya yang boleh saya makan, dan saya tidak pernah suka. Sekali-sekalinya saya makan spagheti di kantin restoran dan itu enaaaak sekali tapiii ternyata eh ternyata itu ada babinya hahaha..
3. Malas pergi keluar malam-malam.
Iya.. malas sekali! Sudah mahal dan tidak enak, apalagi yang menyemangati saya untuk naik sepeda melawan angin dingin winter menuju tempat makan terdekat?. Paling jawabannya cuma kalau sedang bosan berada di apartemen dan lagi pengen jalan-jalan. Itu pun berarti sebenarnya saya bukannya sengaja pergi keluar untuk makan, tetapi karena saya ingin jalan-jalan jadi saya harus makan diluar kalau sudah lapar.
Begitulah.. sepertinya saya terpaksa sekali ya untuk masak. Tapi-tapi akhir-akhir ini saya jadi sukaa sekali masak. Perasaan suka ini sudah ada sejak sebulan yang lalu. Entah kenapa memasak itu rasanya bisa bikin saya senang sekali. Mulai dari memilih bahan makanan untuk dimasak, memotong-motong bawang dan sayuran, menentukan mana bahan yang harus dimasak terlebih dahulu, menebak-nebak takaran garam, merica dan bumbu penyedap, menentukan kombinasi warna masakan (kalau warna-warni jadi cantik dan seru kan.. hehe) dan menebak-nebak itu masakan sudah cukup matang apa belum. Rasanya seperti sedang mengerjakan sebuah proyek besar!. Haha berlebihan memang, apalagi jika melihat kenyataan bahwa bumbu yang saya pakai disetiap masakan itu tidak jauh-jauh dari bawang merah, bawang bombay, bawang putih, cabai, garam, merica, bumbu penyedap, dan sudah cuma itu saja. Apapun bahannya, mau itu sayuran, kentang, ikan teri, ayam, nasi goreng, mau itu di sayur bening atau goreng biasa, semuanya cuma pakai bumbu itu. Oiya, saya lupa menyebutkan satu bumbu andalan saya, terasi. Iya.. ini beberapa hasilnya :
(teri kacang ikan asin)
(ikan asin tumis bayam)
(ayam balado)
(balado ati ampela)
Dan mungkin ini bisa jadi alasan saya jadi sering masak yang terakhir :
4. Memasak membuat saya bahagia.
Iya.. seperti yang sudah saya bilang sebelumnya bahwa saat memasak saya seperti sedang mengerjakan proyek besar, menyenangkan, penuh tantangan, dan setiap selesai masak, melihat bentuk masakannya saja sudah bisa membuat saya puas apalagi saat saya merasa kalau makanan yang saya masak enak (padahal bentuknya ga ada bagus-bagusnya sama sekali dan rasanya pun sama disetiap masakan karena bumbunya sama semua, hee..).
Memasak sekarang sudah seperti obat hati saya, akhir-akhir ini, sejak saya selalu merasa tidak bisa meng-handle masalah di kantor, sejak senior saya pernah bilang kalau saya tidak ada gunanya pergi ke Indonesia untuk mengerjakan proyek itu, sejak senior saya bilang kalau saya terlalu banyak menerima gaji dari kantor karena saya tidak menghasilkan apapun, sejak semua pekerjaan yang saya telah buat tidak pernah dia ikut sertakan untuk dipresentasikan, sejak itu saya seperti melampiaskan semuanya saat memasak. Sepertinya saya ingin menampis semua kata-kata itu dengan menunjukkan kalau saya bisa menghasilkan sesuatu, dan saya belum dapat ide untuk itu lewat karya saya di kantor, jadi saya lampiaskan saja lewat memasak. Memasak sepertinya sudah menjadi proyek hiburan saya.
Sebenarnya, saya biasanya cukup bercerita untuk menghilangkan sedih saya, tetapi jarak dan kesibukan masing-masing sudah membuat kebiasaan bercerita ini jadi sulit dilanjutkan. Dan saya sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi ini. Bukannya saya jadi tidak butuh bercerita, saya tetap butuh, tetapi saya tidak mau memaksakan diri, saya harus bisa sendiri, inikan salah satu resiko pergi jauh.
Untungnya saya masih punya kompor, panci, penggorengan, talenan, pisau, bawang-bawangan, bumbu penyedap, dan terasi yang bisa membantu saya menghibur diri. Kini mereka partner kerja saya yang loyal, paling kalau mereka ingin menegur saya karena tidak bisa mengerjakan ‘‘proyek‘‘ dengan benar mereka hanya bisa jadi gosong, dan itu pun tetap menghibur saya hehe..
Yeah.. cooking heals my heart..
No comments:
Post a Comment